”Setiap ngobrol dibiasakan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Awalnya memang sulit, tetapi tidak ada yang tidak bisa. Mereka bisa karena terbiasa. Pengajaran mufrodat ini sangat baik dilatih sejak usia dini, karena pada usia anak-anak biasanya memiliki kemampuan daya ingat yang lebih cepat,” ujarnya.
Setelah waktu jam hafalan selesai, dilanjutkan hafalan Alquran dan olahraga pagi dan sarapan. ”Selama Ramadan kegiatan santri jauh lebih padat. Bangun juga lebih awal. Waktu sarapan dipercepat di waktu sahur menjadi jam tiga subuh,” ujarnya.
”Biasanya sehabis sarapan dilanjutkan sekolah full day. Tetapi, selama Ramadan, kegiatan sekolah diliburkan dan lebih banyak digunakan untuk tadarus, salat, dan hafalan Quran,” tambahnya.
Memasuki waktu siang, santri bersiap melaksanakan ibadah salat Zuhur berjemaah dan kemudian dianjurkan tidur siang. Setelah bangun, bersiap melaksanakan salat Ashar, dilanjutkan persiapan berbuka puasa, salat magrib, tarawih, tadarus, dan tidur sekitar pukul 09.30 WIB.
Mengajar anak-anak sejak usia dini tentu menjadi tantangan bagi pengasuh dan para pengajar. Ada yang kabur, ada yang menangis meminta pulang, ada yang termenung sendiri, dan ada pula santri yang meminta makanan yang mereka sukai.
”Tantangan paling berat itu memadukan antara kasih sayang dan sikap disiplin. Mengajar santri usia anak-anak, dengan usia remaja dan dewasa, pendekatannya tentu berbeda. Sebagai pengasuh dan pengajar, kami harus berikan kasih sayang penuh kepada mereka,” katanya.
Tak jarang pula anak-anak santri rewel dalam urusan makanan dan meminta dibelikan makanan yang mereka sukai. Padahal, di luar Ramadan, Munir memberikan makanan dan minuman rutin tiga kali sehari.
”Saya ini sudah menjadi Abah bagi mereka semua. Bagaimana caranya agar anak-anak merasa nyaman belajar selama di pondok pesantren. Ada yang enggak mau makan, meminta makanan ayam goreng di luar, saya turuti selagi ada rezekinya,” katanya.
”Dua ustaz dan dua ustazah dari Pondok Pesantren di Bogor yang mengabdi di sini selama setahun, juga sampai meneteskan air mata, karena makanan dan minumannya berbeda dari kebanyakan pondok pesantren lainnya,” tambahnya.