Saat dihubungi, Ratno mengatakan, pekerjaan tersebut dia kerjakan sebelum dirinya menjadi anggota DPRD Lamandau. ”Tadi saya sudah memberikan kesaksian, membenarkan bahwa pekerjaan itu memang ada, bukan fiktif,” tegasnya.
Dia menambahkan, sesungguhnya negara tidak dirugikan atas pekerjaan pembangunan jalan tersebut. Justru dirinya yang dirugikan karena pekerjaan sudah selesai dikerjakan tahun 2017, namun pembayarannya berlarut-larut hingga 2019. Nilainya juga tidak sesuai rencana, yakni awalnya Rp 400 jutaan, namun hanya dibayar sekitar Rp 300 jutaan.
”Kami sudah melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan mengikuti sesuai dengan RAB yang diberikan Pak Kades Emban pada tahun 2017 . Pada 2018 kami melakukan upaya penagihan kepada saudara Karya, tapi saat itu beliau hanya pejabat sementara dan anggaran dana di tahun 2018 sudah dialokasikan untuk pembangunan yang lain. Akhirnya kami menunggu kades definitif untuk melakukan penagihan kembali,” ujarnya.
Kesaksian Ratno sekaligus membantah pernyataan Inspektorat Lamandau yang sebelumnya menyatakan telah turun memeriksa ke Desa Kinipan pada Februari 2020, di mana kondisi Jalan Pahiyan tidak dapat dilalui walau dengan berjalan kaki sehingga sama sekali tidak bermanfaat. Tim inspektorat juga menganggap pekerjaan tahun 2019 adalah fiktif dan telah memberikan rekomendasi agar terdakwa menagih pembayaran pekerjaan tersebut dari rekanan, namun hal tersebut tidak dilakukan terdakwa. (hgn/mex/yit/ign)