Sejarah Berdirinya Masjid Jami Al-Aqsha Sukamara

Dibangun Tahun 1928, Dulu Beratap Daun Kajang

masjid al aqsa sekarang
MASJID TERTUA: Masjid Al-Aqsha Sukamara menjadi masjid tertua di Kabupaten Sukamara dan saksi sejarah terbentuknya Kota Sukamara. (Istimewa)

Fauzianur, Sukamara

Masjid jami Al-Aqsha Sukamara menjadi salah satu masjid kebanggaan masyarakat Sukamara. Masjid ini merupakan masjid tertua dan saksi bisu sejarah terbentuk dan berkembangnya Kota Sukamara.

Bacaan Lainnya

Masjid ini berada di antara Jalan Cakra Adiwijaya dan Setia Yakin. Tak jauh dari komplek Pasar Inpres Sukamara. Posisinya strategis karena berada di komplek pasar maupun pertengahan antara Kelurahan Mendawai dan Padang. Fungsinya sebagai pengumpul jemaah dan tepat jika disebut sebagai masjid jami.

Masjid yang berada di bantaran Sungai Jelai ini dibangun sekitar tahun 1928. Kala itu Kota Sukamara masih berupa bagan (kelompok pondok kecil). Setelah penduduknya bertambah banyak dan bagan terbagi menjadi Bagan Mendawai, Bagan Tengah, dan Bagan Padang, maka masyarakat sepakat membangun sebuah masjid berukuran sekitar 6×6 meter berdinding dan beratap daun nipah di atas tanah wakaf Kai Ahmadal.

Baca Juga :  Cara Pemkab Sukamara Terus Kembangkan Objek Wisata
masjid al aqsa tempo dulu
Masjid Al-Aqsha Tempo Dulu

“Pertama kali dibangun hanya berdinding dan beratap daun. Masjid kecil itu menjadi tempat berkumpulnya warga dari semua bagan,” cerita Ardiansyah salah seorang pengurus masjid.

Bagan-bagan semakin berkembang hingga menjadi sebuah perkampungan. Para pendatang pun terus berdatangan termasuk para pedagang. Salah satunya adalah pedagang dari Turki bernama Habib Eben yang menjual minyak wangi. Melihat kondisi masjid berdinding dan beratap daun, ia pun merasa prihatin.

Habib berinisiatif mengumpulkan warga yang tergolong mampu. Setelah warga berkumpul, Habib Eben sengaja merobek dinding masjid yang terbuat dari daun kajang dan menusuk-nusuk atap masjid hingga berlubang-lubang. Ia pun mempertanyakan kemana saja orang kaya sehingga kondisi masjid seperti itu.

Mendengar perkataan Habib Eben, para pedagang dan orang kaya saat itu pun sadar dan tergerak untuk memperbaiki masjid. Kemudian mereka sepakat membongkar dan mengganti dengan bangunan baru berdinding papan kayu dan beratap sirap kayu ulin.



Pos terkait