Mendengar nilai yang cukup besar itu, Sugeng langsung memberitahu kepada Andi. “Kata Andi ketika itu, saya (Andi, red) tanyakan kepada Solhan. Tak lama, Andi mengatakan kepada saya untuk disiapkan saja,” ungkapnya.
Di sini sempat terjadi tawar menawar. Keduanya sempat meminta agar tak sebesar Rp1 miliar seperti yang diminta. Namun hanya sebesar Rp950 juta. “Saat saya koordinasi dengan Andi, ia mengatakan Pak Solhan minta digenapkan saja Rp1 miliar,” tambahnya.
Menyiapkan permintaan uang Rp1 miliar itu, Sugeng dan Andi menarik sebesar Rp750 juta dari total uang muka dua proyek tersebut.
“Karena bank tak bisa mencairkan Rp1 miliar. Maka hanya dicairkan Rp750 juta. Sisa Rp250 juta dicairkan Andi melalui rekening perusahaannya,” terang Sugeng.
Sama dengan keterangan saksi sebelumnya, uang suap itu diserahkan Sugeng bersama staf Andi, Firhansyah kepada Kabid Cipta Karya yang saat itu dijabat Yulianti Erlinah di Rumah Makan Kampung Kecil, Banjarbaru pada 3 Oktober 2024, atau tiga hari sebelum KPK menangkap para tersangka, Minggu 6 Oktober 2024.
Saat giliran terdakwa Andi diperiksa, dia juga mengaku terkejut ada permintaan uang sebesar Rp1 miliar pascapencairan dua proyek.
“Saya juga terkejut, padahal di proyek pertama pembangunan Samsat yang sudah pencairan uang muka tak ada permintaan uang,” kata Andi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Meyer Volmar Simanjuntak menyampaikan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi sudah tuntas.
Pihaknya tinggal menyampaikan tuntutan kepada dua terdakwa yang akan dilaksanakan Kamis (13/2/2025) pekan depan.
Dia menyampaikan konstruksi perkara ini sudah terang benderang pascaketerangan para saksi di persidangan.
“Kedua terdakwa (saksi mahkota, red) mengakui perbuatannya telah memberi uang suap sebesar Rp1 miliar. Atas permintaan Ahmad Solhan melalui Yulianti Erlinah, dan terkonfirmasi uang disiapkan awalnya hanya Rp950 juta, namun diminta digenapi sebesar Rp1 miliar oleh Ahmad Solhan,” kata Meyer. (rb/sla)