Semua Harus Tahu! Pelakor, Pebinor hingga Pelaku Kumpul Kebo Bisa Dipenjara

perselingkuhan
Ilustrasi: Rickey Dwi/Jawa Pos Radar Semarang

Radarsampit.com – Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Kemenkumham) berupaya memberikan pemahaman bahwa Pasal Perzinaan dan Kohabitasi atau kumpul kebo merupakan upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat.

Meskipun terdapat kontroversi mengenai pasal asusila ini, karena negara dianggap terlalu jauh dalam mengatur kehidupan pribadi warganya.

Bacaan Lainnya

Menanggapi hal tersebut, Dirjen HAM Kemenkumham, Dhahana Putra, menegaskan bahwa negara berusaha berada di tengah-tengah antara menjunjung tinggi norma sosial dan agama, serta menghargai kebebasan individu.

“Pemerintah berusaha mencari keseimbangan. Pengaturan ini penting dalam konteks HAM karena negara harus menjaga keseimbangan antara menghormati hak-hak individu dan menegakkan norma-norma sosial yang dianut masyarakat,” ungkapnya.

Mengutip Riaupos.co (Jawa Pos Grup), pasal-pasal yang bisa menjerat pelakor (perebut laki orang), pebinor (perebut bini orang), maupun para pelaku kumpul kebo yang meresahkan masyarakat yakni Pasal 411 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca Juga :  Ngakunya untuk Menakuti-nakuti, Mertua Bejat Ini Perkosa Menantu Sendiri

Pasal 411 ayat 1 berbunyi, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama satu tahun.

Selain hukuman penjara, pelaku pelakor, pebinor, atau tukang selingkuh juga diancam denda Rp10 juta.

Namun, seperti dijelaskan Dhahana, pelaku perzinaan tidak bisa langsung dipidana jika ketahuan oleh orang lain karena pasal ini hanya berlaku pada delik pengaduan.

Artinya, perbuatan ini dapat dipidana jika ada pengaduan yang diatur dalam KUHP Pasal 411 ayat 2 menjelaskan bahwa terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.

Selain itu, pengaduan dapat dicabut oleh pelapor dan kasus bisa dihentikan, seperti diatur pada ayat 4 pasal yang sama yang berbunyi, pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Jika laporan dicabut, maka proses hukum bisa dihentikan.



Pos terkait