Dia juga mendorong agar perusahaan yang berkonflik memiliki iktikad menyelesaikan, supaya tidak menjadi permasalahan berkelanjutan dengan warga sekitar. ”Saya yakin kalau masalah ini tidak selesai, sampai kapan pun konflik warga dan perusahaan akan terus terjadi. Hanya persoalan waktu. Dan ini jadi ancaman sewaktu-waktu bagi investasi itu sendiri, sehingga sangat disayangkan,” tegasnya.
Konflik antara warga Desa Luwuk Bunter dengan perkebunan PT Borneo Sawit Perdana (BSP) telah berjalan tiga bulan terakhir ini. Tanah warga yang berada di dalam irigasi primer maupun sekunder digarap menggunakan alat berat.
Warga mengaku tidak pernah menjual lahan mereka. Padahal, lahan tersebut sudah dikelola sekitar sepuluh tahun terakhir. Selama mereka mengelola tidak pernah ada masalah. Namun, sejak ekspansi perkebunan yang konon dijadikan kebun koperasi plasma, tanah tersebut digusur dan tanam tumbuhnya diberangus.
Persoalan tersebut jadi sorotan publik, mulai dari DPRD Kotim, DPRD Kalteng, hingga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng. Warga konsisten tetap menduduki lahan itu. Sebagai bentuk protes, dalam waktu dekat mereka akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran hingga menutup akses perusahaan. (ang/ign)