Menurutnya, pembangunan pagar di Taman Kota Sampit pada tahun 2014 lalu, dapat mengurangi fungsi Taman Kota Sampit yang menghilangkan kesan taman kota yang populis atau merakyat dan mudah diakses.
Hal itu berdampak terhadap penyelenggara event yang tidak tertarik melaksanakan kegiatan di bagian dalam taman. Memilih menggunakan sebagian, bahkan seluruh badan jalan.
”Implikasinya hajat hidup orang banyak yang melakukan aktivitas ekonomi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, menjadi terhambat, terganggu, dan tidak efisien. Memang ada beberapa akses alternatif yang bisa digunakan para pengguna jalan di beberapa sisi, tetapi tetap saja masyarakat akan memilih akses jalur yang lebih efisien dan belum lagi banyak orang yang tidak tahu adanya penutupan jalan,” ujarnya.
Hal tersebut mengakibatkan terjadi penumpukan kendaraan hingga kemacetan. Terutama pada jam-jam sibuk, seperti jam berangkat dan pulang sekolah atau kerja.
”Yang lebih fatal lagi, andai ada situasi darurat seperti terjadi kebakaran, di mana mobil damkar perlu akses cepat, orang sakit yang hendak ke fasilitas kesehatan terutama yang dibawa ambulans. Di lokasi penutupan jalan ada fasilitas kesehatan dan pendidikan. Nah, situasi semacam ini sudah berlangsung selama sepuluh tahun dan sampai saat ini belum direspons secara faktual oleh pemerintah daerah,” katanya.
Menurutnya, hal ini perlu disikapi serius Pemkab Kotim agar Taman Kota Sampit bisa segera dibenahi. Dia menyarankan agar pagar di satu sisi atau semua sisi dibongkar agar area lebih lapang dan memadai, sehingga semua masyarakat dapat mengakses Taman Kota Sampit lebih efisien.
”Saya dan mungkin juga sebagian masyarakat yang terdampak langsung oleh situasi ini sangat mengharap perhatian dan langkah nyata dari Pak Bupati sebagai kepala daerah sekaligus sebagai pelayan masyarakat dengan melakukan sedikit sentuhan untuk taman kota dalam upaya merevitalisasi fungsinya misalnya dengan membongkar pagar tanpa ada yang dikorbankan,” katanya. (***/ign)