Tawarkan Layanan Seksual Melalui X dan Telegram, Narapidana Kendalikan Sindikat Eksploitasi Anak

wadirtipidsiber bareskrim polri kombes dani kuston (kanan), kaba
Wadirtipidsiber Bareskrim Polri Kombes Dani Kuston (kanan), Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Erdi A Chaniago (tengah), Plt Asdep Layanan Anak yang memerlukan perlindungan khusus Kemen PPA Atwirlany Ritonga (kiri) memberikan keterangan kasus praktik ekspolitasi seksual anak secara online dan terogrganisir di Bareskrim, Mabse Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2024). Bareskrim Polri membongkar kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan melalui media sosial. Dengan modus menawarkan jasa layanan seksual atau open BO melalui group berbayar telegram yang ditawarkan dengan harga Rp 8 juta sampai Rp 17 juta. FOTO: SALMAN TOYIBI/JAWA POS

”Anak dan perempuan yang menjadi korban hanya Rp 2 juta saja,” paparnya di Lobi Kantor Bareskrim Selasa (23/7/2024)

Menurutnya, sindikat ini beroperasi di sejumlah kota besar di Indonesia, diantaranya Jakarta, Bali, Surabaya, Makassar, Semarang, dan Bandung. Sindikat ini mempertemukan korban dan pelanggan di kota yang sama. ”Jadi ini memang sindikat yang besar sekali,” terangnya.

Bacaan Lainnya

Apalagi, jumlah korban dari sindikat ini mencapai 1.962 orang. Dari jumlah tersebut petugas telah mengidentifikasi terdapat 19 anak yang menjadi korban. ”Tapi, petugas masih melakukan identifikasi, belum selesai ini,” ujarnya.

Proses identifikasi terhadap korban dilakukan dengan mendeteksi identitas dan foto korban. Dia mengatakan, korban yang masuk kategori anak berpotensi bertambah. ”Masih kami cek dari data identitas dan foto-foto korban,” urainya.

Dia mengatakan, dalam sindikat tersebut ditangkap empat orang tersangka, yakni YM, MRP, CA, dan MI. Mereka memiliki peran berbeda dari admin hingga mucikari.

Baca Juga :  Selain Penjara 10 Tahun, SYL Wajib Bayar Rp14,1 Miliar dan USD 30 Ribu

”Untuk MI itu merupakan otak sindikat yang saat ini berstatus narapidana. Dia menjalankan aksinya dari balik sel penjara,” paparnya.

Sementara Plt Asdep Layanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Atwirlany Rintonga mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak masih menghantui Indonesia.

Salah satu faktor utamanya karena lemahnya pengawasan dari orang tua. ”Ini yang utama,” paparnya.

Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini seharusnya membuat orang tua melakukan pengawasan lebih. Komunikasi antara orang tua dengan anak menjadi begitu penting. ”Karena anak sering kali tergiur jalan instan dalam menyelesaikan masalahnya,” ujarnya.

Saat ditanya apakah orang tua potensial terlibat dalam kasus eksploitasi anak semacam ini, dia mengatakan bahwa ironisnya dalam banyak kasus orang tua yang memerintahkan anak terlibat eksploitasi.

”Tapi, untuk kasus ini sejauh apa keterlibatan orang tua tentu perlu didalami,” tegasnya. (idr/jpg)



Pos terkait