Kepada penyidik saat itu, pelaku berjanji mengembalikan uang para korbannya. Pelaku pun saat itu telah mengembalikan sejumlah uang.
”Pengembalian dianggap penyidik semacam perdata. Makanya kami bawa teman-teman yang belum sama sekali dilakukan pengembalian oleh pelaku, supaya bisa dijerat dengan pidana,” katanya.
Modus penipuan tanah tersebut diketahuinya saat melihat ada orang yang membangun jembatan di tanah yang dia beli dari pelaku. Saat ditanyakan, orang tersebut menyebut tanah tersebut juga miliknya. Mereka pun sama-sama memiliki SKT dan bukti kuitansi yang ditandatangani pelaku atas penjualan objek tanah yang sama.
”Jadi kami sama-sama ribut. Dari situ saya mulai curiga tanah bermasalah. Lebih gilanya lagi, kepada pihak lain, tanah tersebut dia jual kembali dan jembatan beton itu diakui sebagai miliknya. Ditawarkan ke orang untuk mengganti jembatan itu sebesar Rp15 juta,” katanya.
Nuril menilai pelaku sebagai penipu ulung dan modus yang dilakukannya terencana. Bahkan, berani mencatut nama pegawai BPN Kotim untuk melancarkan modus penipuannya.
”Dia itu penipu ulung, karena bawa-bawa nama orang BPN juga. Surat tanahnya diambil, dijanjikan untuk dibuat sertifikat di BPN, alasannya mau bantu menguruskan ke BPN. Dia juga minta uang untuk mengurus itu,” katanya.
Alih-alih mendapatkan kepastian atas sertifikat tanah tersebut, para korban justru diberikan nomor kontak pegawai BPN. Komunikasi pun berlanjut dengan pegawai BPN, yang belakangan diketahui kontak pegawai BPN tersebut palsu dan ternyata pelaku yang selama ini berpura-pura sebagai pegawai BPN dengan mencatut nama pegawai pada instansi tersebut.
”Saya coba cek ke BPN dan kebetulan ada juga teman yang seperti saya. Setelah dicek, ternyata tidak ada nama kami terdaftar untuk pembuatan sertifikat tanah,” katanya.
Dia berharap aparat kepolisian menindak lanjuti laporan para korban. Jangan sampai ada korban baru lagi karena lambat merespons perkara itu. (yn/ign)