“Pada dasarnya pungutan negara dari BKC yang legal akan membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dan redistribusi pendapatan untuk membiayai semua kepentingan umum, seperti bagi hasil Pajak Rokok kepada Pemerintah Daerah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum,” ujarnya.
Sebagai catatan, tahun 2025 ini Belanja APBN diproyeksikan sebesar Rp 3.621,3 triliun atau naik 8,9 persen dari 2024. Dengan didukung penerimaan sektor perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun dimana penerimaan Cukai ditargetkan sebesar Rp 244,2 triliun.
Dengan berlakunya UU Nomor 7 tahun 2021 tentang HPP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237 tahun 2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan negara melalui penerapan Ultimum Remedium, upaya penindakan untuk menekan peredaran BKC ilegal sekaligus dapat mengamankan penerimaan negara untuk Pembangunan.
“Mudah-mudahan rokok dan miras ilegal tidak semata berdampak pada penerimaan negara, namun juga berkaitan erat dengan aspek kesehatan, keamanan dan ketertiban, aspek industri, tenaga kerja dan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan kegiatan preventif dan represif terus diintensifkan melalui sinergi dan kolaborasi dengan aparat penegak hukum lain, pemerintah daerah dan seluruh stakeholder Bea Cukai,” ujarnya.
Bea Cukai Sampit juga telah menyelenggarakan berbagai macam kegiatan pencegahan berupa sosialisasi dan publikasi, edukasi dan pembinaan kepada masyarakat, giat patroli, dan operasi gempur rokok ilegal yang disertai upaya-upaya penindakan guna menekan peredaran Barang Kena Cukai llegal di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, Katingan dan Seruyan.
“Dengan adanya kegiatan pemusnahan ini dapat memberikan pesan kesadaran kepada masyarakat untuk lebih taat hukum serta memahami pentingnya menjadi pelaku usaha yang legal sekaligus menjadi bukti nyata keseriusan Bea Cukai Sampit untuk melindungi masyarakat dari barang kena cukai ilegal,” pungkasnya. (hgn/yit)