TikTok Shop Dibatasi: Pedagang Senang, Pembeli Cemberut

lorong pasar
LENGANG DAN SEPI: Lorong Pasar Sudimampir di Banjarmasin Tengah, dipotret Selasa (26/9/2023). Pedagang konvensional kewalahan menghadapi platform TikTok Shop. (TIA LALITA NOVITRI/RADAR BANJARMASIN)

“Monopoli tidak baik dan tidak sehat bagi pasar. Karena produsen dan pedagang eceran akhirnya bergantung pada satu model platform,” ujarnya kepada Radar Banjarmasin, Rabu (27/9).

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) itu juga mengkhawatirkan data pribadi pengguna medsos dan algoritma pasar yang dikuasai oleh satu perusahaan yang sama. “Ini berbahaya,” tegasnya.

Bacaan Lainnya

Dalam kasus TikTok Shop ia melihat produsen, pedagang retail, dan konsumen bergantung pada satu platform yang sama.

Di masa depan, usaha kecil dan menengah akan dipaksa bersaing dengan platform raksasa yang memegang data konsumen. Itu pertandingan yang tidak adil, bahkan sebelum peluit dibunyikan.

“UMKM bakal kesulitan bersaing dengan produsen dan pedagang yang menggunakan jasa influencer seperti artis. Apalagi jika mereka menerapkan cara predator price untuk menggulung pasar yang sudah ada,” ujarnya.

Baca Juga :  Heboh Rektor UI Rangkap Jabatan, Diduga Politik Utang Budi Jokowi

“Intinya pemerintah harus mencegah monopoli yang terjadi hari ini dan potensinya di masa yang akan datang. Menjaga UMKM dan lapangan kerja mereka,” pintanya.

Namun, Muttaqin sepakat, UMKM harus mengubah model bisnisnya menjadi hybrid. Gabungan antara perdagangan konvensional dan digital. Karena bertahan dengan model tradisional, sama saja dengan melawan perubahan zaman.

Meski sepakat dengan langkah Kementerian Perdagangan tersebut, Muttaqin berharap, ke depan kebijakan ekonomi seperti ini harus melalui kajian yang mendalam.

Agar terukur dan bisa ditimbang plus dan minusnya. Dan agar dampaknya bisa diantisipasi.
“Jangan sampai nanti dalam waktu singkat, keputusan yang diambil berubah lagi. Lantaran kebijakan yang dibuat ternyata belum matang,” tutupnya. (tia/war/az/fud)

 



Pos terkait