Minta Izin Leluhur Jaga Kalteng dengan Ritual Sangiang Hiyang
Menghentikan aktivitas duniawi sesaat menjadi rutinitas Tantara Lawung Mandau Talawang demi adat budaya. Menjaga Bumi Tambun Bungai dari perpecahan, pasukan suku Dayak ini selalu gelar ritual, berkomunikasi dengan leluhur.
FARID M, Sampit
SIANG ITU, matahari sangat terik dan pantulan hawa kemilau pasir pantai tak menyurutkan semangat Tantara Lawung Mandau Talawang untuk mengadakan ritual.
Tanpa berbalut pakaian dan hanya mengenakan celana sambil menenteng Mandau, senjata khas suku Dayak. Pasukan Khusus (Passus) ini menggelar ritual di Pantai Kalap Desa Ujung Pandaran, Teluk Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
Teriakan pasukan yang tergabung dalam Gerakan Mandau Talawang Pancasila Sakti (GMTPS) ini saling bersahutan dengan riuh ombak yang menggulung pasir pantai.
Mereka unjuk kekuatan dengan memperagakan atraksi bela diri khas Dayak dan ritual Sangiang Hiyang atau berkomunikasi dengan para leluhur.
“Kami komunikasi dengan leluhur dan meminta izin, pasukan kami bisa menjadi pemersatu, bukan pemecah belah suku Dayak, karena ini sesuai dengan cita-cita para leluhur,” ujar Panglima GMTPS Kotim Ricko Kristolelu.
Ricko menjelaskan, kegiatan mereka bertujuan mengingatkan kembali generasi muda agar bisa melestarikan adat, budaya dan seni bela diri asli Kalimantan supaya tidak tergerus oleh zaman.
“Passus GMTPS ini sudah dikenal jauh sebelum Kalteng terbentuk. Kalteng bukan hasil hadiah ataupun pemberian cuma-cuma tapi terbentuk dengan perjuangan berdarah-darah oleh para pendahulu, dan tugas kami saat ini hanya perlu menjaga, melestarikan adat dan budaya ini,” jelasnya.
GMTPS ini merupakan organisasi militan yang dibentuk, bermula tahun 1953 hingga puncaknya tahun 1956 di bawah pimpinan tokoh Dayak Barito bernama Christian Mandolin Simbar atau akrab dipanggil Uria Mapas.
Christian Mandolin Simbar adalah satu tokoh yang mendesak pemerintah pusat untuk merealisasikan keberadaan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) atau yang berjuluk Bumi Tambun Bungai.