SAMPIT, radarsampit.com – Sengkarut distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sudah menjadi penyakit menahun. Pihak terkait yang harusnya bisa membereskan hal tersebut dinilai terkesan membiarkan. Praktik mengeruk keuntungan dari program pemerintah itu terus dilanggengkan.
Ketua Kamar Dagang Industri Kotim Susilo mengatakan, sudah saatnya dilakukan penindakan tegas tanpa tebang pilih, baik terhadap oknum pengelola SPBU hingga pelangsir. Penyimpangan subsidi tersebut diduga kuat merupakan persekongkolan sejumlah orang agar praktik itu mulus berjalan.
”Selama ini hanya pelangsir saja yang diburu, sedangkan pengelola minim tindakan,” kata Susilo, Selasa (22/4).
Menurutnya, pemandangan kendaraan tidak layak jalan ikut mengantre BBM di SPBU harusnya menjadi tanda yang terang benderang, bahwa terjadi penyalahgunaan distribusi BBM. Akan tetapi, selama ini hal itu dianggap biasa. Aktivitas itu cenderung marak pada SPBU di luar wilayah perkotaan.
”Kebanyakan isinya antrean mobil yang kondisi tidak layak jalan. Kasihan masyarakat yang benar-benar memerlukan solar tak kebagian,” kata Susilo.
Susilo juga menyoroti masih ada oknum pengusaha yang gemar menggunakan BBM subsidi untuk kepentingan usaha. Padahal, harusnya menggunakan BBM industri.
”Mohon maaf, bagi teman-teman pengusaha yang merasa sudah mampu, tidak haruslah menggunakan solar subsidi, karena itu haknya orang-orang yang benar-benar memerlukan. Saya mempunyai beberapa unit, sampai sekarang belum pernah menggunakan solar subsidi untuk kepentingan usaha,” ujar Susilo.
Susilo menilai, pola penanganan isu tersebut selama ini hanya seremonial. Terkesan baru ada aksi ketika muncul desakan publik. Setelah sorotan mereda, aktivitas penyimpangan kembali seperti sebelumnya.
Dia mengajak pengusaha agar tidak lagi menggunakan BBM subsidi, termasuk pada sektor jasa yang harusnya menggunakan BBM industri.
”Kalau subsidi bukan untuk kita, kenapa kita ambil hak orang? Kalau semua sadar, baik sektor usaha kecil dan yang memerlukan subsidi masih bisa berjalan. Bukan justru sebaliknya, sektor kelas bawah menggunakan BBM industri karena kesulitan mendapatkan subsidi.” katanya. (ang/ign)