Upaya tersebut gagal. Celakanya lagi, saat mencoba menarik kelotok ke pinggir, kelotok Irawati justru menghantam lanting warga. Di sisi lain, arus deras tak henti-hentinya terus mendorong mundur kelotok yang ditumpangi Radar Sampit.
Berkat kelihaian motoris, mereka akhirnya mampu membawa kelotok mogok itu ke pinggir. Rombongan langsung memegang ranting pohon yang membentang di atas sungai untuk menahan agar kelotok tidak terseret arus lagi.
”Aduh, gimana ini. Saya takut,” ucap seorang penumpang, pegawai dari Dinas Sosial Kotim.
Meski takut, perempuan itu justru tertawa saat melihat wajah temannya yang sedang pucat. ”Hahaha. Adit pucat. Dari tadi dia diam dan tegang,” ujarnya, sambil tertawa tak henti-hentinya.
Agar situasi tidak semakin parah, motoris bergegas mengganti aki baru yang diberikan motoris kelotok rombongan Irawati. Perlu sepuluh menit agar kapal dapat dihidupkan kembali. Setelah mesin menyala, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Tumbang Ramei.
Desa Tumbang Ramei merupakan salah satu desa yang hingga belum memiliki tenaga kesehatan. Masyarakat yang hendak berobat, harus pergi ke desa tetangganya, Tumbang Hejan.
”Lewat sungai juga. Perjalanannya satu jam agar bisa sampai ke desa itu,” ucap salah seorang warga Desa Tumbang Ramei.
Terlepas dari itu, rombongan Irawati disambut warga setempat dengan ritual adat. Dilanjutkan memotong pantan yang dilakukan Irawati, Camat Antang Kalang, hingga Sekdes Antang Kalang.
Setelah acara itu, Irawati meminta agar acara sambutan adat Dayak seperti yang sudah dilakukan warga Desa Tumbang Ramei, tidak hilang sampai kapan pun.
”Saya harap budaya sambutan adat Dayak seperti ini jangan sampai hilang. Budaya sambutan ini harus terus dilakukan jika ada pimpinan daerah datang ke desa ini, seperti Gubernur, Bupati, Kapolda, Danrem, maupun pimpinan lainnya,” kata Irawati.
Irawati bersama rombongan kemudian menyerahkan bantuan secara simbolis kepada warga Desa Tumbang Ramei yang terdampak banjir. Selanjutnya mendatangi salah satu gedung SD yang kondisinya memprihatinkan.