Dituding Melawan Hukum soal Sengketa Tanah, BPN Kotim Jawab Begini

Ilustrasi sengketa lahan
Ilustrasi. (net)

”Kami tidak memiliki kepentingan di situ. BPN hanya melaksanakan tugas sesuai prosedur dan aturan yang berlaku,” tegasnya lagi.

Lebih lanjut dia mengatakan, meski dalam putusan pengadilan telah dibatalkan, apabila pemenangnya tidak mendaftarkan, pihaknya tak bisa diproses. ”Maka, yang memenangkan itu harus datang ke BPN, bawa berkas, bayar biayanya, baru bisa diproses untuk pembatalannya,” jelasnya.

Bacaan Lainnya

Jhonsen menuturkan, meski masalah itu digugat lagi melalui Pengadilan Negeri Sampit, pihaknya mengambil acuan putusan PTTUN sebelumnya. Meski demikian, pembatalan sertifikat itu bisa dilakukan melalui putusan sementara Majelis Hakim dan ada surat pada BPN yang meminta agar jangan dibatalkan.

Dia mengungkapkan, pihaknya telah dua kali menyurati Yuspiansyah agar menyerahkan SHM miliknya. Akan tetapi, kalau pun tak diserahkan, BPN tetap bisa membatalkan.

”Kalaupun tidak diserahkan, secara sistemnya kami tutup nonaktif. Misalnya mau jual atau balik nama ke sini tidak bisa. Mau dipecah tak bisa. Sistem sudah mati (tidak terbaca),” katanya.

Baca Juga :  Begini Bantahan Warga soal Rencana Pembangunan Gedung Walet di Kawasan Sekolah

Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta dinilai mengeluarkan putusan janggal dalam gugatan sengketa tanah di Kotim. Lembaga peradilan itu dilaporkan ke Komisi Yudisial karena diduga mengeluarkan keputusan di luar aturan hukum.

Pelaporan terhadap PTTUN ke KY itu dilakukan Yuspiansyah, warga Kotim. Penasihat hukum Yuspiansyah, Labih Marat Binti, Kamis (19/8), mengatakan, persoalan tersebut berawal ketika Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 571 Tahun 2012 atas nama Syahriansah (almarhum), digugat DS di PTUN Palangka Raya tahun 2018 lalu.

Terkait putusan itu, pihaknya juga menggugat sengketa kepemilikan tanah di Pengadilan Negeri Sampit. Dalam perkembangannya, diketahui ada surat dari BPN yang meminta Yuspiansyah menyerahkan legalitas miliknya untuk dibatalkan.

”Kami menolak menyerahkan SHM 571/2012 karena masalah sengketa kepemilikan tanah sedang digugat di PN Sampit. Menunggu sampai ada keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” ujar Labih. (hgn/ign)



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *