SAMPIT – Kabupaten Kotawaringin Timur, banjir yang melanda Desa Penyahuan, Kecamatan Bukit Santuai, membuat pelayanan di puskemas harus dialihkan. Bencana itu disebut-sebut paling parah karena merendam fasilitas kesehatan setempat.
”Lebih parah dari sebelumnya. Kata masyarakat sekitar, banjir yang sekarang ini sama seperti banjir tahun 2010 lalu,”kata Rusmida, petugas Puskemas Bukit Santuai.
Dia melanjutkan, rumah tenaga medis juga ikut terendam. Bahkan, ketinggian air terus bertambah. Mereka harus mencari rumah warga yang tidak terendam diatas bukit untuk tempat mengungsi.
”Pelayanan kesehatan masih berjalan karena tempatnya dialihkan ke posko siaga banjir di lingkungan Kecamatan Bukit Santuai,”kata Rusmida.
Sebagai tenaga medis, Rusmida menegaskan, pihaknya tetap berkomitmen terus memberikan pelayanan dan memperhatikan kesehatan masyarakat. Dia berharap air cepat surut dan warga bisa kembali ke rumah masing-masing.
”Tapi, sampai saat ini kondisi air belum berkurang. Bahkan, jika hujan di Mentaya Hulu, kondisi bisa lebih buruk,”kata Rusmida.
Anggota Komisi II DPRD Kotim Muhammad Abadi mengatakan, banjir di pelosok semakin parah setiap tahunnya. Hal tersebut disinyalir akibat rusaknya hutan yang jadi penyangga air di daerah itu.
”Ini karena kebijakan kita terlalu mengobral hutan, sehingga hutan yang dulunya jadi andalan untuk serapan dan penyangga air hujan, sekarang sudah tidak ada. Hutan gundul membuat air turun ke sungai dan banjirlah yang terjadi,”katanya.
Abadi menuturkan, banjir saat ini merupakan penderitaan bagi masyarakat. Hal itu berbeda dengan era tahun 1990-an. Saat itu banjir merupakan hal yang ditunggu masyarakat, karena mempermudah akses untuk mengangkut kayu hasil hutan.
”Hutan habis ketika izin investasi dari pemerintah diterbitkan. Mereka tidak berpikir bahwa kondisi sekarang buah dari kebijakan masa lalu. Jadi, banjir ini adalah warisan pemerintahan sebelumnya,” katanya.
Dia mendesak pemerintah merestorasi hutan yang kritis dan rusak.”Rehabilitasi hutan ataupun kawasan yang masih berstatus hutan dikembalikan sebagaimana penetapannya sebagai kawasan hutan, bukan untuk areal perkebunan,” ujarnya. (ang/ign)