Terpisah, pemerhati politik dan kebijakan publik Muhammad Gumarang mengatakan, inspeksi mendadak terkait pelanggaran hukum semestinya melibatkan aparat kepolisian. Pasalnya, hal itu berkaitan dengan hukum formal maupun hukum materil yang harus dipenuhi sebagai syarat wajib dalam proses hukum.
”Dengan demikian, polisi tidak rentan diserang balik, digugat, atau dituntut balik, karena proses hukum tidak semudah itu. Tak hanya selesai di kepolisian saja, namun melibatkan kejaksaan atau penuntut umum dan lembaga peradilan di semua tingkatan,” kata Gumarang.
Catatan Radar Sampit, awalnya razia kerap dilakukan bersama tim gabungan. Namun, hasil razia selalu nihil menjaring pelaku. Wabup Kotim Irawati Menyadari operasi tersebut kerap bocor. Karena itu, dia mengubah strateginya, melakukan razia dengan tim lebih kecil.
Hasilnya sebagian besar sesuai harapan. Irawati menggerebek sejumlah pabrik miras ilegal dan toko yang menjual miras tanpa izin. Setiap kali razia, Irawati berusaha menyampaikan pada publik melalui media sosialnya sebagai bentuk pengawasan. Respons netizen sebagian besar mendukung langkah tersebut.
Sementara itu, sejumlah warga Kotim tak menginginkan adanya sandiwara dalam menyelesaikan penertiban miras ilegal. Pemkab Kotim dan aparat kepolisian diharapkan menindak tegas pelakunya tanpa tebang pilih.
”Masyarakat di Kotim ini tidak bodoh. Kami dukung penertiban miras, asalkan jangan ada sandiwara saja. Aksi saja tanpa penyelesaian tuntas sama saja sia-sia,” kata Salmin, warga Kecamatan Baamang.
Penjualan miras yang dijual secara terang-terangan di Kota Sampit dinilai sudah terjadi puluhan tahun. Masyarakat tak punya kuasa menindak, sehingga persoalan miras dibiarkan larut begitu saja.
”Bukan kami ini menutup mata, pengurus masjid sekitar rumah saya sudah pernah melaporkan keberatan, tetapi tidak ditindaklanjuti sampai tuntas. Tutup sebentar, setelah itu buka lagi,” ucap warga yang tinggal tak jauh dari lokasi Toko Cawan Mas II Jalan RA Kartini, tempat usaha yang jadi sorotan belakangan ini.