JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengubah Statuta Universitas Indonesia (UI) yang memperbolehkan Rektor UI Ari Kuncoro merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Dengan statuta baru yang diteken presiden, Ari kini sudah sah diperbolehkan merangkap sebagai wakil komisaris BUMN.
Keputusan ini bukan hanya heboh di kalangan UI dan dunia pendidikan, tapi juga masyarakat luas. Berbagai spekulasi pun bermunculan ke permukaan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan bahwa aturan baru ini diduga sengaja diteken oleh Jokowi untuk melindungi Ari Kuncoro. Pasalnya, Ari merupakan salah satu aktor penting dalam memuluskan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang tahun lalu juga memicu keributan publik.
Pendek kata, pembuatan statuta baru ini diduga merupakan bentuk utang budi Jokowi terhadap Ari Kuncoro.
”Jelas sekali arahnya ke sini (utang budi). Kami nggak heran. Ari Kuncoro aktor penting memuluskan agenda Omnibus. Dia kan anggota Satgas Omnibus untuk mengendalikan diskusi Omnibus di UI” ujar Asfinawati kepada wartawan, Rabu (21/7).
Asfinawati mengatakan, statuta baru yang diteken Jokowi untuk mensahkan Ari merangkap jabatan justru merupakan bumerang. Karena, Ari sudah lebih dulu terpilih dengan aturan lama. “Justru statuta baru menegaskan pelanggaran rangkap jabatan tersebut. Ari Kuncoro dipilih dengan PP lama. Jadi, PP baru ini malah menegaskan kesalahan dia,” katanya.
Selain itu, Statuta UI yang baru menjadi bukti bahwa suara pemerintah menganggu independensi kampus. “Ini bukti suara pemerintah 35 persen mengganggu independensi kampus,” kata Asfinawati.
Diketahui, Pemerintah resmi mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68/2013 menjadi PP Nomor 75/2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).
Adapun, PP Nomor 75/2021 tentang Statuta UI telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Juli 2021 dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna H Laoly pada 2 Juli 2021.
Merujuk pada PP Nomor 75/2021 yang baru ini itu terdapat revisi soal rangkap jabatan bagi rektor, wakil rektor, sekretaris, dan kepala badan. Jika PP 68/2013 soal rangkap jabatan diatur dalam Pasal 35, kini dalam PP 75 Tahun 2021 soal rangkap jabatan diatur dalam Pasal 39.