Larangan Ekspor Memicu Penyelundupan Rotan  

Rotan Kotim
ROTAN: Pekerja rotan saat mengikat puluhan bilah rotan untuk dikirim ke antarpulau di Gudang Rotan milik salah seorang pengusaha rotan di Kecamatan Kotabesi, pada 13 Maret 2020 lalu. (DOC/HENY RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) C Sampit berharap larangan ekspor rotan ditinjau ulang. Pasalnya, larangan ini berdampak terhadap  penyelundupan rotan mentah keluar negeri.

“Selama ini rotan mentah dilarang ekspor, sehingga ada dugaan terjadinya penyelundupan dan membuat harga di pasaran jatuh,” kata Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Sampit Indasah, baru baru ini.

Bacaan Lainnya

Indasah mengatakan,  pihaknya bersama Pemkab Kotim pernah melaksanakan pertemuan tahun 2019. Bea Cukai mengkaji dan mencari data terkait pengelolaan rotan. “Kami mengkaji dan mempunyai data, tetapi untuk saat ini data itu sudah tidak relevan lagi,” katanya.

Di tahun 2020, pihaknya menyimpulkan masih terdapat masalah tata kelola rotan yang diatur dalam Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang ketentuan ekspor. Aturan ini ternyata bukan menjadi jalan keluar, mengingat rotan di Provinsi Kalimantan Tengah melimpah namun tidak terserap. Selain itu, distribusinya kurang pengawasan.

Baca Juga :  Tergeser Sawit, Kejayaan Rotan Kotim Hanya Jadi Cerita Indah Masa Lalu

“Rotan diduga diselendupkan melalui jalur darat, lalu dikirim keluar negeri. Paling banyak ke Cina. Tapi sampai saat ini kami belum mempunyai bukti,” katanya.

Indasah mengatakan, peran Bea Cukai Sampit hanya sebatas melakukan monitoring secara berkala sebagai upaya untuk meningkatkan potensi pemasukan negara dari berbagai sektor, salah satunya pada komoditi rotan.

“Pengusaha rotan di sini kebanyakan jual putus di tempat karena tak ingin ambil risiko, apalagi terlibat dalam penyulundupan. Cukong lah yang bermain melalui pengiriman jalur darat, tetapi kewenangan kami hanya pada lintas perbatasan. Kami tidak punya kewenangan mengawasi sampai ke angkutannya, karena pengirimannya diduga melewati jalur ‘tikus’,” katanya.

Kepala Seksi Pengendalian dan Penyidikan KPPBC Sampit Aditya Dharmawan menambahkan,  rotan diangkut menggunakan truk dalam jumlah banyak. Sekali angkutan truk bisa membawa 15 ton rotan.

Sejak di tahun 2020, Kepala Kanwil DJBC Provinsi Kalimantan Selatan telah melaporkan ke Kementerian Keuangan dan Kemendag untuk menindaklanjuti aturan pengelolaan rotan.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *