Lebih Dekat dengan Frisma Sagara, Dokter Spesialis Mata di RSUD dr Murjani Sampit

Menyukai Teknologi, Sempat Bingung Tentukan Karier Masa Depan

Frisma Sagara Dokter Spesialis Mata di RSUD dr Murjani Sampit
LAYANI PASIEN: Dokter Frisma Sagara saat melayani pasien. (HENY/RADAR SAMPIT)

RSUD dr Murjani Sampit hanya memiliki satu dokter spesialis mata, Frisma Sagara. Dokter termuda ini melanjutkan pengabdian mendiang orang tuanya. Berikut tulisannya.

HENY, Sampit

Bacaan Lainnya

Ketukan pintu dari Radar Sampit disahut perawat yang bertugas di ruang Klinik Mata. Ruangan itu luas dan lapang. Ada beberapa ruang yang diperuntukkan sebagai ruang operasi, ruang peralatan, ruang pelayanan, dan ruang dokter.

Kebetulan pintu ruang dokter setengah terbuka. Seorang laki-laki muda terlihat asyik berbincang di ponselnya. Setelah menunggu dokter spesialis mata bernama Frisma Sagara itu selesai teleponan, Radar Sampit dipersilakan masuk.

”Kenapa tidak masuk saja tadi? Saya sedang santai sudah tidak ada pasien tadi,” ucap Frisma Sagara membuka percakapan.

Frisma merupakan anak pertama dari mendiang dokter senior RSUD dr Murjani Sampit almarhum Naris Roswidiandari yang berpulang pada April lalu. Dia memulai kariernya sebagai seorang dokter spesialis mata di rumah sakit sejak April 2020. Membantu pekerjaan ibunya yang lebih dulu bertugas sebagai dokter spesialis mata di tahun 2001.

Baca Juga :  Wujudkan Masa Depan Hijau Bersama Masyarakat melalui BRI Menanam 2023

Frisma sempat mengalami dua persimpangan hidup yang berbeda dalam menentukan kariernya. Hingga akhirnya dia memutuskan melanjutkan pendidikan kedokteran di Universitas Airlangga tahun 2008-2013, lalu melanjutkan pendidikan spesialis mata di tahun 2016-2020.

”Lulus SMA saya sempat bingung menentukan pilihan. Ketika saya SMA, saya suka mengikuti olimpiade astronomi dan saya diterima lewat jalur prestasi mengambil jurusan teknik perkapalan di Universitas Diponegoro. Disisi lain, saya juga tertarik dengan ilmu kedokteran dan sampai akhirnya saya menetapkan pilihan untuk melanjutkan pendidikan kedokteran di UNAIR,” ucap pria kelahiran 6 November 1990 ini.

Terlahir dari orang tua yang berprofesi dokter membuatnya terbiasa memandang dunia medis menjadi sesuatu yang menyenangkan. ”Sebenarnya tidak ada paksaan dari orang tua harus menjadi dokter atau tidak, karena saya sudah terbiasa dilingkungan yang berbau medis. Saya merasa inilah passion saya. Saya terbiasa melihat ibu menangani pasien dan saya senang teknologi. Seperti di klinik mata, semua sangat ketergantungan dengan teknologi. Tanpa bantuan alat, dokter tidak bisa menerka penyakit mata yang dialami pasien,” ucap dokter yang juga membuka praktek Klinik Mata Sagara Eye Care di Jalan Pramuka ini.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *