Nasional Baru Ribut soal Syarat PCR untuk Pesawat, di Kalteng Sudah Lama Berjalan

Syarat PCR untuk Pesawat
WAJIB PCR: Petugas KKP Kelas III Sampit saat memeriksa dokumen penumpang yang turun di Bandara Haji Asan Sampit, Sabtu (22/5) lalu.(HENY/RADAR SAMPIT)

Tidak hanya ke Jerman, ada beberapa penerbangan evakuasi dari Wuhan ke negara-negara lain seperti Kanada pada awal awal pandemi. Penularannya juga relatif rendah. Maka dari itu, dia setuju jika syarat screening tidak terlalu ketat.

”Walaupun tidak dilonggarkan sama sekali tidak. Tapi kalau bicara PCR, ini kan satu alat konfirmasi diagnostik. Namanya konfirmasi ya sebelum itu ada screening. Yakni memakai antigen,” kata Dicky.

Bacaan Lainnya

Menurut Dicky, SE Satgas yang sebelumnya boleh menggunakan antigen asalkan sudah di vaksin adalah tepat. Syarat vaksinasi, tidak bergejala dan tidak dalam status kontak bisa dijadikan patokan dalam screening perjalanan. ”Bahkan nanti kalau perjalanan domestik, antar daerah yang sudah populasinya di vaksin 80 persen,

Penggunaan antigen pada syarat penerbangan bukan dalam maksud melonggarkan. Namun lebih mempertimbangkan cost effectiveness  dari tes. PCR kata Dicky adalah opsi terakhir. Efektivitas cost ini kata Dicky harus dipenuhi tidak hanya soal murah, namun juga harus mudah, cepat dan memakan sumber daya yang lebih sedikit. “kecuali pemerintah mau memberi subsidi,” katanya.

Baca Juga :  Anehnya PPDB di Kalteng, Domisili di Pulang Pisau, Koordinat Melenceng sampai Malaysia

Meski demikian, menurut Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama, perjalanan udara tetap sebaiknya menggunakan tes PCR. ”Karena memang test PCR merupakan gold standard dengan tingkat akurasi yang paling tinggi. Artinya, hasil negatif test PCR memberi keamanan yang lebih tinggi untuk pencegahan penularan Covid-19,” katanya

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai bahwa syarat wajib tes PCR untuk pesawat akan membuat traveling cost wisatawan membengkak. Hal tersebut pun berpotensi mengurangi minat orang untuk bermobilitas.

”Pergerakan pasti terhambat. Hal ini pasti kembali menghantam pelaku wisata, perjalanan, dan perhotelan. Karena tes PCR itu masih sangat mahal harganya,” ujar Sekjen PHRI Maulana Yusran.

Menurut Maulana, adanya syarat wajib tes PCR kontras dengan upaya mendorong pertumbuhan di sektor pariwisata. Lepas bulan Juli-Agustus, Maulana menyebutkan bahwa pelaku perhotelan mulai mendulang pemasukan lewat peningkatan yang terjadi di bulan September. ”Dengan adanya pelonggaran kemarin itu daerah Jawa-Bali lumayan ada peningkatan 5-10 persen,” tambahnya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *