SAMPIT – Sidang perdata yang diajukan M Abdul Fatah kepada BPPHLHK Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya masih bergulir, Senin, 2 Agustus 2021 di Pengadilan Negeri Sampit.
Bahkan dalam kesempatan itu, melalui Rendra Ardiansyah kuasa hukumnya, Abdul Fatah mengajukan bukti tambahan, yakni peta sebaran TORA di Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan.
”Kita hari ini mengajukan bukti tambahan, peta sebaran TORA (tanah objek reforma agraria),” ucap Rendra pada sidang yang dipimpin majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai oleh Darminto Hutasoit.
Dalam bukti tambahan itu, peta yang berasal dari Disperkimtan Kabupaten Seruyan itu menunjukkan kalau areal lahan milik Abdul Fatah masuk dalam salah satu perizinan perkebunan kelapa sawit.
”Artinya kebun Pak Fatah ini bukan dalam kawasan HTI, namun dalam izin perusahaan sawit yang sudah dibebaskan sebagaimana peta terbaru,” ucap Rendra.
Ia melanjutkan, peta itu juga mematahkan anggapan bahwa areal yang digarap penggugat masuk dalam kawasan hutan sebagaimana yang dalilkan pihak tergugat.”Ini SK terbarunya, makanya kita ajukan sebagai bukti kita,” terangnya.
Seperti diketahui gugatan penggugat sebelumnya disebutkan kalau tergugat dianggap melawan hukum setelah melakukan penindakan kepada Abdul Fatah secara pidana, karena dianggap merambah kawasan hutan.
Dari paparan Rendra, apabila diperhitungkan dalam isi gugatan itu maka penggugat mengalami kerugian yakni membeli tanah tersebut sebesar Rp 87.650.000, biaya pengelolaan lahan dan biaya penanaman kepala sawit yaitu sebesar Rp. 100.000.000. Sehingga kerugian materil yang timbul akibat perbuatan Tergugat adalah sebesar Rp 187.650.000.
Kemudian lanjutnya, kerugian Inmateril yang timbul akibat Perbuatan Tergugat yang melawan hukum sebagaimana Pasal 30 Huruf (b), Peraturan Presiden Nomor: 88 tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan; yang melakukan penangkapan, hingga penahan serta penetapan Penggugat sebagai Tersangka adalah kerugian moril, dan penderitaan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahwa apabila dinominalkan sebesar Rp 1.500.000.000.