Pelanggar Adat di Lamandau Didenda Jutaan Rupiah

sanksi adat
SANKSI ADAT: Pelanggar Pantang Pamali menyerahkan denda adat pada Ketua DAD Lamandau Hendra Lesmana, Kamis (8/7) malam. (RIA/RADAR SAMPIT)

NANGA BULIK – Sebanyak delapan warga di Kabupaten Lamandau dijatuhi sanksi adat. Sanksi itu diberikan karena mereka dinilai melanggar pelaksanaan Pantang Pamali pada Kamis (8/7) lalu dalam rangkaian ritual adat tolak bala wabah Covid-19.

”Hukum adat yang dilanggar adalah melangar potas mencuruk buhul atau melanggar pembatas melepas tali ikatan,” kata Wakil Ketua 1 Dewan Adat Dayak (DAD) Lamandau Wilin C Akomoto, Jumat (9/7).

Bacaan Lainnya

Delapan pelanggar itu terdiri dari satu pelanggaran dari warga luar Lamandau dan tujuh lainnya berasal warga setempat. Pelanggar dari luar daerah pertama kali menjalani sidang adat yang dipimpin Let Mantir Perdamaian Adat Lamandau, Kamis (8/7) malam.

Dia didenda sebesar 27 losa (belanga) yang diganti senilai Rp 6,75 juta. Denda adat tersebut langsung diserahkan kepada pengurus DAD Lamandau, H Hendra Lesmana yang juga Bupati Lamandau.

Baca Juga :  Bupati Kotim Tunda Ikut Retret Kepala Daerah di Magelang

”Saat hari Pantang Pamali, tim lapangan menemukan pelanggar. Lalu dilaporkan ke DAD. Kemudian DAD menindaklanjuti melalui Let Mantir Perdamaian. Kepada tujuh pelanggar lainnya yang merupakan  warga lokal, akan disidang pada 17 Juli nanti,” jelasnya.

Dia menegaskan, pelanggaran adat itu harus ditindak, karena merupakan komitmen adat dan keputusan bersama. Hukuman atau sanksi adat juga tidak bisa asal. Ada etika, ketentuan, dan pertanggungjawaban moralnya.

”Di samping itu, ini juga bentuk edukasi kepada masyarakat, bahwa di samping kehidupan modern, juga ada kearifan lokal yang harus diangkat. Supaya mempererat rasa kebersamaan dan saling menghormati dalam perbedaan,” jelasnya.

Sementara itu, Hendra Lesmana juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah menyukseskan kegiatan adat dan doa bersama.

”Saya ingin menyampaikan rasa bangga pada warga Lamandau atas ketaatan dan kepatuhan terhadap pantang pamali atau larangan yang dilaksanakan berbasis kearifan lokal dengan pendekatan budaya, walaupun dari latar belakang suku dan agama yang berbeda,” katanya. (mex/ign)



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *