JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya kembali memutuskan membatalkan penyelenggaraan haji. Sama seperti tahun lalu, pertimbanganya karena tak kunjung ada kepastian pemberian kuota dari Arab Saudi. Sehingga ada setengah juta calon jemaah haji Indonesia yang tertunda keberangkatannya.
Kuota tetap jemaah haji Indonesia adalah 221 ribu orang. Tetapi Arab Saudi sering tiba-tiba memberikan kuota tambahan. Seperti pada penyelenggaraan haji 2019 lalu kuota Indonesia ditambah jadi 231 ribu orang. Dengan adanya pembatalan haji dalam dua tahun berturut-turut maka sekitar setengah juta calon jemaah haji Indonesia tertunda keberangkatannya.
Keputusan pembatalan haji tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) 660/2021. Dampak dari pembatalannya haji itu tentu antrian haji semakin panjang. Sebab jemaah yang berada di antrian terdepan tidak bisa berangkat haji. Sementara di bagian ekor antriannya, jumlahnya semakin banyak. Sebab meskipun tidak ada pemberangkatan haji, pemerintah tetap menerima pendaftaran haji.
Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Khoirizi H. Dasir tidak memungkiri bahwa dampak dari pembatalan haji adalah antriannya semakin panjang. ’’Mau itu haji dijalankan maupun haji dibatalkan, ada dampak negatifnya,’’ katanya saat mengunjungi asrama haji Pondok Gede, Jakarta kemarin (3/6).
Khoirizi menjelaskan konsekuensi pembatalan penyelenggaraan haji tidak hanya antriannya yang semakin panjang. Tetapi juga semakin banyak jemaah yang usianya tambah menua. Jemaah yang semakin menua tentu berpengaruh juga pada kondisi kesehatan. Dia menjelaskan Kemenag akan terus sosialisasi ke masyarakat supaya keputusan pembatalan penyelenggaraan dapat diterima dan dipahami masyarakat.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi mengatakan tidak ada salahnya jika untuk sementara pendaftaran haji dihentikan dahulu. ’’Istilahnya moratorium atau penghentian sementara,’’ katanya. Tujuannya supaya antrian haji tidak semakin panjang.
Dia menegaskan moratorium pendaftaran haji bukan berarti menghalangi orang untuk beribadah. Tetapi murni untuk manajemen atau pengelolaan penyelenggaraan haji saja. Tinggal bagaimana pemerintah bersama DPR membuat sandaran hukum yang tepat. Seperti landasan kajian keagamaan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).