Pemkab Kotim Diminta Aktif Urus Hutan Adat

Hutan Adat
PELOSOK : Kawasan perumahan Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang ada di wilayah utara Kotim, dan masih berada di sekitar hutan alami.(dok.radarsampit)

SAMPIT— Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Rimbun mendorong, agar pemerintah selalu hadir dalam setiap persoalan sengketa, antara investor dan kelompok masyarakat adat.  Pemerintah mesti sigap dan harus lebih cepat sebelum persoalan itu rumit.

Dirinya juga mendorong agar pemerintah setempat juga harus aktif menetapkan kawasan hutan adat. Bahkan pemerintah harusnya jemput bola untuk diusulkan kepada pemerintah pusat. Pengakuan dan perlindungan hak – hak masyarakat adat masih minim dilaksanakan.

Bacaan Lainnya

Dalam dua tahun terakhir, kata Rimbun berdasarkan data diseluruh Indonesia kurang dari 50.000 hektar hutan adat, mendapatkan penetapan dari 9,3 juta hektare pemetaan partisipatif yang diserahkan Badan Registrasi Wilayah Adat. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diminta lebih aktif demi percepatan ini.

“Secara konstitusi, penetapan mengenai subyek hukum itu ada di pemerintah kabupaten. Jika tak ada peran pemkab, tidak akan bias,” terangnya.

Baca Juga :  Kejari Seruyan Berganti, Yulhaidir : Terima Kasih  

Artinya lanjut Rimbun, disinilah bentuk keberpihakan pemerintah, Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 52/2014, dijelaskan bahwa hutannya dapat dijadikan untuk adat, bila ada peraturan daerah. Sehingga membutuhkan adanya kerja sama sesuai dengan regulasi yang ada.

Selain itu, dirinya juga menyinggung desa yang masuk dalam kawasan perizinan usaha perkebunan maupun pertambangan. Hendaknya itu menjadi Pekerjaan Rumah bagi pemerintah dimasukan dalam program prioritas penyelesaian.

”Ini menghindari konflik investasi dengan masyarakat lokal. Perusahaan merasa punya legalitas diberikan Negara, sementara masyarakat merasa punya hak dan secara de fakto mereka yang menguasai wilayah yang diberikan izin itu,”imbuh Politikus PDI Perjuangan ini.

Dirinya khawatir,  persoalan investasi dan masyarakat adat lokal ini sewaktu – waktu bagaikan bom waktu, jika tidak diselesaikan pemerintah. (*/gus)

 



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *