Posisi Daerah
Intinya adalah perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Kemudian kesempatan yang sama bagi semua orang untuk meningkatkan kesejahteraan, pendapatan dan otoritas. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi maupun listas gender sebagaimana asas keadilan yang menjiwai UUPPLH.
Asas otonomi daerah dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Terkait dengan asas otonomi daerah dalam hal perijinan berusaha setiap pemerintah daerah berwenang dalam membentuk peraturan perijinan yang berlaku di daerahnya masing-masing.
UUPPLH memberikan legitimasi atas beragamnya perijinan lingkungan. Efektifitas perijinan lingkungan sebagai instrumen utama pengendalian pencemaran lingkungan menjadi tanda tanya tersebarnya peraturan perijinan lingkungan yang ada justru di justifikasi. Hal tersebut menjadi hambatan dalam prosedur dan mekanisme perijinan berusaha di Indonesia.
Banyaknya Perijinan
Sangat banyaknya perijinan di tingkat Kabupaten/Kota maupun di tingkat sektor menjadi hambatan praktis yang dirasakan oleh para pelaku usaha. Bahwa ijin tersebut sebagian besar dikeluarkan oleh Walikota atau Bupati. Padahal tindakan ini bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu seharusnya ijin penggunaan hutan, ijin perkebunan dan ijin pertambangan, hanya bisa dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan.
Pengaturan tentang jenis perijinan lingkungan ini bersifat individual dengan prosedur yang berbeda dan instansi yang berwenang memberikan ijin juga berbeda pula. Kompleknya pengaturan tentang substansi dan prosedur perijinan lingkungan yang berlaku memerlukan waktu dan biaya yang tidak ringan. Terlebih lagi apabila perijinan dikaitkan dengan prosedur AMDAL, niscaya membuat pemrakarsa kegiatan menjadi enggan mengurus dan mencari jalan untuk menghindari proses tersebut.