Perjuangkan Tanah Warga Hiu Putih sampai Pengadilan

warga Jalan Hiu Putih terus memperjuangkan lahannya hingga ke Pengadilan Negeri Palangka Raya
PERJUANGAN: Sejumlah warga Jalan Hiu Putih terus memperjuangkan lahannya hingga ke Pengadilan Negeri Palangka Raya.(DODI/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA – Perjuangan warga Jalan Hiu Putih mempertahankan tanahnya tak hanya dilakukan dengan melakukan aksi. Mereka melawan sampai ke Pengadilan Negeri Kota Palangka Raya.

Penggugat dalam sengketa tanah itu adalah Suratno, Suparno, dan Dilar, sementara pihak tergugat Madie G Sius dan Untung. Pada persidangan pertama, majelis hakim menyarankan kedua belah pihak mediasi lantaran sama-sama ngotot memiliki lahan yang disengketakan.

Bacaan Lainnya

Selaku tergugat, Madie G Sius menegaskan, tetap akan mempertahankan lahannya walaupun sudah masuk dalam tahapan persidangan perdana. ”Kami selaku warga Jalan Hiu Putih akan tetap mempertahan lahan itu. Tadi sidang perdana, tetapi ditunda pekan depan. Saya sudah siap menjawab apa yang menjadi argumen penggugat,” ujarnya, Selasa (16/3).

Medie menegaskan, sudah melaporkan perkara tersebut ke pihak berwajib. Atas hal itu, mereka tetap akan meneruskan sampai berkekuatan hukum tetap, meskipun hakim meminta untuk mediasi.

Baca Juga :  Krisis Oksigen, Bupati Bartim Koordinasi dengan PBS

”Penggugat punya sertifikat, namun jangan juga mengandalkan sertifikat. Sebab, apa yang menjadi objek penggugat itu berbeda. Letak tanah di Jalan Arwana, sementara yang disengketakan di Jalan Hiu Putih. Maka itu, aksi kami kemarin dilakukan agar pemilik sah dilindungi,” katanya.

Medie melanjutkan, perkara tersebut sudah tiga kali dilalui dalam persidangan sejak 2014 lalu. Berdasarkan keputusan pengadilan, dia bersama warga lain berhak memiliki lahan yang disengketakan.

”Sudah tiga kali berperkara tentang sertifikat ini. Dulu 2014 dan 2015. Sekarang 2021 muncul tentang tanah dan jalan yang sama. Padahal, putusan pengadilan sudah ada, bahwa kami pemenangnya. Makanya itu, akan kami ikuti hingga memiliki keputusan lain. Kami optimistis lahan yang digugat milik kami,” ujarnya.

Mede menambahkan, masyarakat Jalan Hiu Putih, Badak, dan Banteng tetap menolak sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama orang lain di atas lahan mereka.

”Penolakan didasari dengan masih ditetapkannya Jalan Banteng dan Hiu Putih sebagai kawasan hutan produksi konversi (HPK), sehingga tidak dimungkinkan penerbitan sertifikat oleh BPN. Tetapi, anehnya ada program Tora (Tanah Objek Reforma Agraria),” pungkasnya. (daq/ign)



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *