Meski begitu, Dedi mengaku tidak mengetahui pasti apakah nominal yang dibayarkan itu berasal dari pinjaman Rp 2,5 juta atau akibat dari beberapa kali pinjaman. Yang pasti Rp 104 juta itu merupakan biaya yang dia keluarkan untuk melunasi hutang anaknya.
”Anak saya bayar terus, kan bayarnya pakai ATM saya. Yang sudah dibayar Rp 104 juta, tapi beberapa kali mungkin anak saya pinjemnya,” katanya.
Dedi juga menceritakan betapa kejamnya pinjol ilegal itu menagih hutang. Berbagai makian dan kata-kata bernada ancaman digunakan. “Diancam dibunuh, anak saya mau diperkosa. Mereka ancam terus saya. Saya takut makannya saya angsur saja,” ungkapnya.
Selain itu, gambar-gambar tak senonoh juga terus dikirimkan melalui aplikasi pesan WhatsApp. Dirinya takut, namun juga bingung harus mengadukan kemana. Dedi tampak emosi ketika melihat para pelaku pinjol itu digiring kepolisian ke dalam mobil tahanan. Para pelaku langsung dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan.
”Kesel juga saya, ‘oh ini ternyata yang ngancem-ngancem keluarga saya’, mau saya pukul rasanya,” katanya.
Pantauan Jawa Pos, situasi pengamanan para pekerja pinjol ilegal ke Polda Metro Jaya diiringi isak tangis orang tua pekerja. Liswati, salah satu orang tua pekerja pinjol ilegal tak berhenti menangis histeris melihat anaknya dimasukan ke dalam mobil tahanan. “Tolong dibantu pak lepasin anak saya, baru kerja satu bulan dia,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Liswati mengatakan, anaknya baru satu bulan kerja sebagai operator penagih hutang. Namun, dia tidak tahu pasti bagaimana cara anaknya menagih hutang. “Yang saya tahu dia nagih utangnya hanya lewat telepon,” katanya.
Liswati menceritakan, anaknya yang berinisial AA terpaksa bekerja disana karena sulitnya mencari kerja di masa pandemi Covid-19. AA sendiri sebelumnya bekerja disalah satu toko cat, namun terkena PHK. “Awalnya di toko cat dideket sini tapi kena PHK, makanya cari kerja lagi dapetnya disini yang deket dari rumah,” katanya.
AA terpaksa harus bekerja untuk menopang perekonomian keluarga. Dimana sang ibu hanya pedagang ikan dan pete. Sedangkan sang ayah bekerja sebagai ojek online. Gaji yang diterima AA terbilang kecil. Padahal, beban kerja sebagai penagih hutang sangat besar. “Gajinya cuma Rp 1,4 juta. Kerjanya dari jam 9 (pagi) sampai jam 7 (malam). Saya enggak tau apakah nanti gajinya bisa naik atau enggak,” katanya.