Puluhan Kapal Wisata TNTP Karam

Puluhan Kapal Wisata TNTP Karam
Kelotok wisata yang sandar di dermaga Taman Nasional Tanjung Puting karam, Kamis (4/6).(ISTIMEWA/RADAR PANGKALAN BUN)

PANGKALAN BUN–Puluhan kelotok wisata yang sandar di ujung timur hilir tempat pelelangan ikan dan dermaga kantor Balai Taman Nasional Tanjung  Puting (TNTP) Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), dibiarkan karam.

Kelotok wisata yang menjadi moda transportasi favorit wisatawan baik mancanegara maupun domestik menuju ke Taman Nasional Tanjung Puting tidak terawat sejak pandemi Covid-19.  Padahal harga kelotok wisata mencapai Rp 200 juta sampai Rp 400 juta per unit.

Bacaan Lainnya

Para pemilik kapal tidak mampu menutupi biaya perawatan karena sepinya wisatwan. Mereka memilih untuk tidak mengurus kelotoknya.

Puluhan kelotok yang karam tersebut ada yang sudah diselamatkan mesinnya. Namun ada juga yang mesin dan peralatan lainnya dibiarkan tenggelam bersama kapal.

Salah seorang pelaku wisata dan juga pemilik kapal wisata di Kecamatan Kumai Komarudin mengungkapkan, ada 20 sampai 30 kelotok yang sudah karam.

“Sejak pandemi Covid -19, kapal kami hanya sandar dan tidak beroperasi. Kapal itu ada yang karam sendiri dan ada yang sengaja dibiarkan di pinggir pantai karena tidak sanggup merawatnya. Mahal biaya perawatan,” ujarnya, Jumat (4/6).

Baca Juga :  Limbah Sawit Perlu Diawasi Berkala

Menurutnya, pandemi Covid-19 ini sangat memukul sektor wisata, sehingga dampaknya mereka tidak mempunyai penghasilan lagi. Bahkan pembukaan kawasan TNTP dengan dibarengi syarat protokol yang ketat membuat pengunjung lokal sangat sedikit. Terlebih ada kebijakan yang berat berupa karantina 5 x 24 jam bagi pengunjung dari luar Kalteng.

Ia mengaku kondisi tersebut membuat pelaku wisata patah arang, kecewa, dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Mereka pasrah dengan kondisi aset mereka.

“Tamu datang lima hari diisolasi, kemudian baru boleh ke TNTP, belum lagi yang lokal harus rapid test. Kami capek hati, tenaga, dan pikiran sehingga kami biarkan saja kapal itu tanpa perawatan,” keluhnya.

Yang lebih miris, ada salah satu pelaku wisata yang sebelum pandemi memutuskan untuk membuat kelotok wisata dengan modal hampir Rp 400 juta. Setelah kapal selesai, pandemi menghantam dan larangan wisata diberlakukan.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *