Sukseskan Program Eliminasi Tuberkulosis di 2030 Dengan Penguatan Layanan

Libatkan Perdoki Cegah Kasus Penyakit Akibat Kerja

RSUD
SOSIALISASI: Perhimpunan Dokter Spesialis Okupasi Indonesia (PERDOKI) menggelar sosialisasi standar pelayanan okupasi terkait penyakit tuberkulosis akibat kerja yang dihadiri para dokter yang bertugas di RSUD dr Murjani Sampit, perwakilan puskesmas, dan dokter yang bertugas di klinik perusahaan dan Dinkes Kotim, Rabu (3/11). (HENY/RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Penyakit tuberkulosis (TBC) menjadi perhatian kesehatan dunia termasuk Indonesia yang harus ditangani. Kementerian Kesehatan Indonesia menargetkan upaya melakukan eliminasi tuberkulosis di tahun 2030.

Upaya itu dilakukan dengan melibatkan Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (PERDOKI) untuk melakukan akselerasi pencegahan, diagnosis, pengobatan dan layanan  kesehatan yang memadai bagi seluruh penderita TBC.

Bacaan Lainnya

Dokter Spesialis Okupasi yang bertugas di RSUD dr Murjani Sampit Anggun Iman Hernawan mengatakan, Indonesia masuk dalam tiga negara  dengan beban tuberkulosis (TBC) terbesar di dunia berdasarkan laporan global TBC tahun 2020. Maka, Kementerian Kesehatan memerlukan upaya penanganan yang komprehensif untuk dapat mencapai eliminasi tuberkolosis sesuai dengan target yang diharapkan di tahun 2030.

”Sebagian besar kasus penyakit tuberkulosis disebabkan akibat kerja. Karena itu, untuk mendukung Kemenkes sukseskan eminasi tuberkulosis di tahun 2030, Perdoki dilibatkan untuk menekan kasus TBC dengan memperkuat alur tata laksanakanTBC akibat kerja di layanan okupasi,” kata Anggun Iman Hernawan saat ditemui dalam kegiatan sosialisasi standar pelayanan okupasi terkait tuberkulosis akibat kerja, Rabu (3/11).

Baca Juga :  Lomba LKBB SMAN 1 Sampit Semarak

Iman mengatakan, tahun 2020 dilaporkan 350.000 kasus tuberkulosis terjadi di Indonesia. Angka temuan tersebut turun dibandingkan di tahun 2019 yang mencapai 560.000 kasus tuberkulosis. Berkaca pada temuan kasus tuberkulosis, pemerintah melakukan terobosan dengan melakukan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dimana pemerintah diwajibkan mengalokasikan dana daerah yang memadai serta melakukan promosi kesehata deteksi kasus TBC secara akltif melalui pendekatan keluarga.

Selain itu, penguatan sistem surveilans dengan menghubungkan sistem informasi TBC dan sistem informasi fasilitas pelayanan kesehatan, pengembangan respons cepat untuk akses terhadap alat diagnostik dan obat-obatan, meningkatkan secara maksimal manfaat dari Jaminan Kesehatan dengan melakukan sinkronisasi layanan pengobatan TBC dengan JKN, dan penguatan penelitian dan pengembangan terkait pencegahan dan pengendalian TBC.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *